Kritikan terhadap Shahih Bukhari
Kira-kira seabad setelah kitab Shahih Bukhari tersusun, muncullah segelintir ulama hadits yang mengkritik isi kitab tersebut. Diantaranya Al-Daaraqutni (wafat 385 H), Abu Ali Al-Ghassani (wafat 365 H), dan lain-lain. Kritikan para ulama ini (yang tertuju tidak lebih dari 100 hadits) dari sudut pandang ilmu-ilmu hadits, yang menurut mereka, terdapat juga di dalamnya (Shahih Bukhari) hadits yang dhoif.
Namun 3 abad setelah kritikan diatas, justru muncullah ulama hadits yang membela dan memnabtah kritikan ulama sebelumnya. Bahkan Ibnu Shalah (wafat 643 H) mengomentari kitab Shahih Bukhari sebagai afshah al-kutub ba'da Al-Qur'an (kitab yang paling shahih /otentik setelah Al-Qur'an). Pendapat ini juga didukung oleh ulama setelahnya, seperti Imam Nawawi (wafat 852 H), Ibnu Hajar (wafat 852 H) dan lain-lain yang akhirnya menjadi kesepakatan jumhur ulama Ahlus Sunnah.
Pada perkembangan selanjutnya, muncul bantahan atas kritik yang pernah ditujukan terhadap kitab Shahih Bukhari. Namun bersamaan dengan itu, muncul pula kritikan baru, baik dari para orientalis maupun umat Islam sendiri, seperti : Muhammad Al-Ghazali (bukan Imam Ghozali pengarang kitab Ihya, pen), Ahmad Amin, dan lain-lain.
Yang perlu kita cermati, terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara kritik ulama terdahulu dengan yang datang kemudian. Ulama terdahulu mengkritik dengan mengacu kepada ilmu-ilmu hadits, sedangkan pengkritik setelahnya dan terutama akhir-akhir ini, hanya berdasarkan logika atau juga akal mereka masing-amsing. Diakui ataupun tidak, baik secara langsung maupun tidak, sedikit banyak mereka terpengaruh dengan para orientalis atau pola pikir mereka.
Terhadap kritikan ulama terdahulu pun, yang mengkritik sesuai dengan ilmu-ilmu hadits, menurut penyelidikan ulama sesudahnya tidak terbukti. Karena mereka mengembalikan dan mencocokkan kembali terhadap hadits-hadits yang dikritik. Mereka berkesimpulan bahwa seluruh hadits yang terdapat di kitab Shahih Bukhari adalah semuanya shahih.
Dan satu hal lagi yang perlu kita ingat, kepopuleran Shahih Bukhari bukan muncul begitu saja dan sejak semula, tapi justru setelah mendapat kritik. Dengan kata lain, julukan yang akhirnya menjadi kesepakatan jumhur ulama hadits ini, lahir setelah mendapat pengujian dan pengujian lagi. Dan tentu saja setelah terbukti kritikan yang diarahkan kepadanya adalah tak berdasar, atau juga tidak tepat.
Dalam masalah ini, H. Ali Mustafa Yaqub didalam bukunya mengutip keterangan Imam Nawawi yang berkata :
"Kritikan Daaraqutni dan yang lainnya itu hanyalah berdasarkan kritikan-kritikan yang ditetapkan oleh sejumlah ahli hadits yang justru dinilai lemah sekali ditinjau dari ilmu hadits."